Labuan Bajo – Kubah Mushola susah ditaruh keluarga 8 pemilik tanah di tanah 4,1 ha di Bukit Kerangan Labuan Bajo, Kamia (25/12/25). Hal ini sebagai persiapan akan segera dibangun Mushola pada Januari 2026 mendatang.
Sebelumnya para pemilik tanah juga memqgari lahan dan mendirikan tiga pos jaga di sepanjang batas timur tanah. Tepat di sisi Jalan Raya Labuan Bajo–Batu Gosok, atas tanah perolehan adat mereka Maret 1990.
Tapi tanah ini diserobot Santosa Kadiman sejak April 2022, tanpa sepengetahuan dan persetujuan para pemilik. Pasca peresmian peletakan batu pertama pembangunan The St. Regis Hotel Labuan Bajo, dibawah pimpinannya dan sampai saat ini tanah masih diduduki
Padahal seharusnya Santosa Kadiman berhenti menyerobotnya sejak:
Pertama, sejak 23 September 2024, saat itu keluar hasil laporan pemeriksaan Kejaksaan Agung RI cq. Jaksa Agung Muda Intelijen yang jelas-jelas merekomendasi SHM2 maupun GU di tanah tersebut berdasarkan PPJB itu cacat administratif dan /atau cacat yuiridis.
Kedua, tanggal 8 Oktober 2025, setelah putusan inkrah kasasi Mahkamah Agung atas perkara di tanah lain yang juga ditumpang tindih olehnya, yaitu perkara no.1/Pdt.G/2024/PN.Lbj, dimana putusannya memperkuat putusan PN Labuan Bajo yaitu : PPJB 40 hektarnya itu batal demi hukum karena tidak ada alas hak tanahnya.
Menurut Kusyani salah satu warga dalam keterangannya, Sabtu (29/12/2025) di Labuan Bajo mengatakan, perbuatan Santosa Kadiman sudah keterlaluan, tidak taat pada Peneqak hukum. Baik Kejagung dan maupun lembaga Pengadilan.
Katanya, semakin jelas setan mafia tanah ini tidak perduli dengan kebenaran. Hal tersebut membuat perlawanan warga semakin membara.
“Kami akan melawan hingga tetes darah terakhir, siap mati mempertahankan kebenaran hak atas tanah kami. Tanah ini tidak pernah kami jual kepada siapa pun selama ini. Kami sedang mengajukan gugatan di PN Labuan Bajo,” kata Kusyani, salah satu dari delapan pemilik tanah.
Proses hukum tetap berjalan paralel. Jon Kadis, S.H., anggota tim kuasa hukum dari Kantor Advokat Sukawinaya-88 Law Firm & Partners di Labuan Bajo, menyebut gugatan telah resmi terdaftar.
“Dari 7 pemilik tanah 4,1 hektare itu, sudah 5 orang mengajukan gugatan perdata ke PN Labuan Bajo, terdaftar dengan nomor 32, 33, 41, 44, dan minggu lalu satu gugatan lagi menyusul,” ujarnya.
Pendirian mushola di atas tanah sengketa ini bukan sekadar simbol keagamaan. Zulkarnain, salah satu pemilik tanah, menyebut pembangunan itu memiliki makna perlawanan moral.
“Pembangunan mushola berukuran 10 meter kali 10 meter, tepat di portal pintu masuk, akan dibangun bulan Januari 2026. Saat ini arsitek dan kontraktor sedang memfinalkan gambar dan fasilitasnya,” katanya.
“Tujuan kami adalah sebagai tempat berdoa kepada Tuhan supaya Bukit Kerangan aman dari setan-setan para mafia tanah,” pungkas Jon Kadis memgakhiri pernyataannya. (red)



